Home » , » Periodisadi Hadis

Periodisadi Hadis

Written By Akmal AZB on Sunday, 5 March 2017 | 20:56

   Hai selamat datang di blog kami. Bertemu lagi dengan saya. Dalam kesempatan kali ini saya akan mencoba menjelaskan tentang periodisasi hadis dengan jelas dan padat. Tentu saja agar kawan-kawan bisa dengan mudah untuk mempelajarinya.

   Dari materi ini saya akan menjelaskan dari pengertian dan masanya. Untuk lebih jelasnya mari kita langsung saha simak materinya dibawah ini. Let's go!!!

A. PERIODISASI PENGHIMPUNAN HADIS

   Mayoritas Ahli Sejarah Hadis membagi priodisasi penghimpunan hadis menjadi 7 (tujuh) periode, yaitu:

-Masa Turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam (‘Ashr al-wahyi wa al-takwin), yaitu dimulai Sejak diangkatnya Muhammad saw menjadi rasul sampai wafatnya.

-Masa Kehati-hatian dan Penyedikitan Riwayat (‘Ashr al-tatsabbut wa al-iqlal min al-riwayah), yaitu dimulai sejak awal pemerintahan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq sampai kepada akhir pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. 

-Masa Penyebaran Riwayat ke daerah-daerah (‘Ashr intisyar al-riwayat ila al-amshar), yaitu dimulai sejak awal Dinasti Umayah sampai akhir abad pertama Hijriyah.

-Masa Penulisan dan Pengkodifikasian Hadis (‘Ashr al-kitabat wa al-tadwin), yaitu dimulai sejak awal abad kedua Hijriyah sampai akhir abad kedua Hijriyah.

-Masa Pemurnian, Pen-tashih-an dan Penyempurnaan Hadis (‘Ashr al-tajrid wa al-tashih wa al-tanqih), yaitu dimulai sejak awal abad ketiga Hijriyah sampai akhir abad ketiga Hijriyah.

-Masa Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan Penghimpunan Hadis (‘Ashr al-tahdzib wa al-tartib wa al-istidrak wa al-jama’), yaitu dimulai sejak abad keempat Hijriyah sampai masa jatuhnya kota Bagdad pada tahun 656 H.

-Masa Pensyarahan, Penghimpunan, Pen-takhrij-an, dan Pembahasan dari berbagai tambahan (‘Ashr al-syarh wa al-jama’ wa al-takhrij wa al-bahts ‘an al-zawaid), yaitu dimulai sejak tahun 656 Hijriyah sampai dengan Sekarang.

B.      HADIS PADA ABAD PERTAMA HIJRIYAH

1.      Hadis Pada Masa Rasulallah saw

a. Cara Rasul Menyampaikan Hadis

- Melalui sarana majlis-majlis ilmi yang diadakan oleh Rasulallah saw bersama para sahabat.

- Rasulallah saw menjelaskan hukum terhadap peristiwa yang ditemuinya di lapangan kepada para sahabat yang mengikutinya.

Seperti hadis berikut;

عن أبى هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم مرّ برجل يبيع طعاما فسأله : كيف تبيع ؟ فأخبره, فأوحى إليه أدخل يدك فيه, فأدخل يده فإذا هو مبلول  فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم  ليس منـا من غـشّ. (رواه أحمد)

   “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah saw melewati seorang penjual makanan kemudian beliau bertanya; “Bagaimana caranya engkau berjualan ?” Maka si pedagang tersebut menjelaskannya kepada Rasul. Selanjutnya beliau menyuruh pedagang itu untuk memasukkan yangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut. Namun ketika tangannya ditarik keluar, terlihat tangan tersebut basah, maka Rasulallah saw bersabda; “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu.” (HR. Ahmad)

- Rasulallah saw menjelaskan hukum terhadap pertanyaan atau peristiwa yang dialami oleh para sahabat.

Contoh;

عن علي رضي الله عنه قال كنت رجلا مذاء فأمرت المقداد أن يسأل النبي صلى الله عليه وسلم  فسـأله فقال  فيه الوضـوء. (رواه البخارى)                                                             
   “Dari Ali ra dia berkata; “Aku adalah seorang yang sering mengalami keluar mazi, maka aku menyuruh al-Miqdad menanyakan (masalah tersebut) kepada Rasulallah saw. Maka Rasulallah saw menjawab, bahwa padanya harus berwudhu.” (HR. Bukhari)

- Para sahabat menyaksikan langsung Rasulallah saw melakukan suatu perbuatan dan biasanya berkaitan dengan tata cara pelaksanaan ibadah, seperti; shalat, puasa, zakat, dan haji.

Contohnya;

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم  بارزا يوما للناس فأتاه رجـل فقال ما الإيمان ؟ قال الإيمان أن تـؤمن ....... (الآخر) فقـال: هذا جبريل جاء يعـلم الناس دينـهم. (رواه البخارى)

   “Dari Abu Hurairah ra dia berkata; adalah Nabi saw tampak pada suatu hari di tengah-tengah manusia (sahabat), maka datang kepadanya seorang laki-laki seraya bertanya; “apakah iman itu ?” Rasulallah saw menjawab; “Iman adalah bahwa engkau beriman ......(hingga akhir)” Rasulallah saw mengatakan (kepada para sahabat), “Dia adalah (malaikat) Jibril yang datang untuk mengajari manusia tentang masalah agama mereka.” (HR. Bukhari)

- Rasulallah saw menyampaikan hadisnya melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti saat haji wada’ dan fathu Mekkah.

   Setelah menerima hadis tersebut dari Rasulallah saw atau melalui perantaran sahabat lainnya, maka para sahabat menghafalkan hadis-hadis tersebut sebagaimana halnya menghafalkan al-Qur’an.

b. Pemeliharaan Hadis pada Masa Rasulallah saw.

   Faktor-faktor yang mendukung terpeliharanya hadis pada masa Rasulallah saw antara lain :

1) Menghafal Hadis.

   Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, Rasulallah saw melarang para sahabat menuliskan hadis secara resmi, sebagaimana sabdanya;

لا تكتبوا عني ومن كتب عني غير القرآن فليمحه وحدثوا عني ولا حرج ومن كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده من النـار.          
(رواه مسلم عن أبى سعيد الخدري)      
                                   
   ”Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain al-Qur’an. Barangsiapa telah menulis dariku selain al-Qur’an hendaklah dihapus. Ceritakan apa saja yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dari Abi Sa’id al-Khudry)

   Oleh karena itu pada masa ini para sahabat harus menghafalkan hadis-hadis yang diterimanya dari Rasulallah saw.

   Paling tidak ada 3 faktor termotivasinya para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis, yaitu;

- Kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa arab  yang telah diwarisinya sejak pra Islam.

- Rasulallah saw banyak memberikan motivasi melalui do’a-do’anya.

- Rasulallah saw seringkali menjanjikan kebaikan akhirat bagi siapa saja yang menghafal dan menyampaikan hadis kepada orang lain.

2). Menulis Hadis.

   Terdapat beberapa sahabat yang menuliskan hadis dan memiliki catatan-catatannya, antara lain;

- Abdullah ibn Amr ibn al-’Ash.

   Ia memiliki catatan hadis yang dinamakan ”al-Shahifah al-Shadiqah”. Ia sempat mendapat kritikan dari kaum quraisy yang selalu mencatat apa saja yang didengarnya dari Rasulallah saw, kemudian ia mengadukannya kepada rasul dan beliau menjawabnya;

أكتب فو الذى نفسي بيده ما يخرج منه إلا الحق.           
(رواه البخارى عن عبدالله بن عمرو بن العاص)       
             
   ”Tulislah ! demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar daripadanya kecuali yang benar.” (HR. Bukhari dari Abdullah ibn Amr ibn al-Ash)

- Jabir ibn Abdillah ibn Amr al-Anshari (w.78 H).

   Ia memiliki catatan hadis tentang manasik haji. Catatannya tersebut dinamakan ”al-Shahifah Jabir.”

-  Abu Hurairah al-Dausi (w. 59 H).

   Ia memiliki catatan hadis yang dikenal dengan nama “al-Shahifah al-Shahihah”, dan mewariskan kepada anaknya bernama Hammam.
d) Abu Syah (Umar ibn Sa’ad al-Anmari).

   Ia memiliki catatan hadis dan memperoleh izin dari Rasulallah saw, sebagaimana sabdanya;

أكتبوا لأبى شـاه. (رواه البخارى عن أبى هريرة)        
         
   ”Kalian tuliskan untuk Abu Syah”.

   Tawafuq (kompromi) Para Ulama terhadap Hadis Larangan dan Perintah Menuliskan Hadis.

   Ibnu Hajar al-Asqalany berpendapat bahwa larangan Rasulallah saw untuk menuliskan hadis itu hanya berlaku pada masa-masa turunnya wahyu dan menuliskannya dalam satu suhuf agar tidak tercampur antara al-Qur’an dengan hadis, namun jika al-qur’an tidak turun dan tidak ditulis dalam satu suhuf maka dibolehkan mencatat hadis.

   Sementara An-Nawawi dan As-Suyuthi berpendapat bahwa adanya larangan menuliskan hadis pada masa itu dimaksudkan hanya bagi para sahabat yang kuat hafalannya sehingga terhindar dari kekhawatiran terjadinya kekeliruan. Akan tetapi bagi para sahabat yang kurang kuat hafalannya sehingga khawatir lupa, maka dibolehkan mencatatnya.

   Ajjaj al-Khatib menyatakan bahwa terdapat 4 pendapat ulama tentang tawafuq hadis larangan dan perintah menuliskan hadis, yaitu;

- Sebagian ulama menyatakan bahwa hadis dari Abu Sa’id al-Khudry bernilai mauquf karena itu tidak dapat dijadikan hujjah. Akan tetapi pendapat ini ditolak karena hadis Abu Sa’id al-Khudry dan hadis lain yang semakna dengannya berderajat shahih.

- Ulama lain menyatakan bahwa larangan menuliskan hadis hanya berlaku pada masa-masa awal Islam yang masih penuh keterbatasan, namun setelah ajaran Islam berkembang luas maka penulisan hadis menjadi boleh.

- Ulama lain menyatakan bahwa larangan menuliskan hadis itu hanya berlaku bagi para sahabat yang kuat hafalannya agar semakin terpelihara dan terlatih hafalannya, namun bagi para sahabat yang kurang atau lemah hafalannya seperti Abu Syah dan Abdullah ibn Amr ibn al-Ash dibolehkan menuliskannya.

- Ulama lain berpandangan bahwa larangan menulis hadis tersebut berlaku untuk umum, akan tetapi bagi para sahabat yang memiliki keahlian menulis dan membaca dan tidak khawatir akan tercampur dengan al-qur’an maka larangan tersebut tidak berlaku.

2.      hadis Pada Masa Sahabat

   Pemeliharaan hadis pada masa Khulafa al-Rasyidun khususnya pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khatthab dianggap sangat lamban, hal ini disebabkan karena mereka sangat ketat dan sangat hati-hati dalam meriwayatkan hadis. Oleh karena itu pada masa sahabat ini dikenal dengan masa “At-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah” (Pembatasan dan penyedikitan penerimaan riwayah hadis).

   Pada masa Abu Bakar periwayatan hadis harus disertai dengan adanya kesaksian (syahadah) dari sahabat lainnya. Begitu juga pada masa Umar bin Khatthab harus menghadirkan “bayyinah” yaitu seorang saksi.

   Demikian juga pada masa Utsman bin Affan kehati-hatian dan ketelitiannya dalam periwayatan hadis tetap terpelihara dengan senantiasa mengingatkan kepada para sahabat lainnya agar tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak pernah mendengarnya di masa Abu Bakar dan Umar bin Khatthab. Begitu pula halnya pada masa Ali bin Abi Thalib, beliau senantiasa mensyaratkan adanya “sumpah” terhadap orang yang meriwayatkan hadis.

C.      HADIS PADA ABAD KEDUA HIJRIYAH

   Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari dinasti Bani Umayah dikenal sebagai penggagas penghimpunan, penulisan dan pembukuan hadis secara resmi atau lebih dikenal dengan istilah “Kodifikasi Hadis”, yang dilatarbelakangi oleh;

- Tidak adanya kekhawatiran bercampurnya al-qur’an dengan hadis, karena al-qur’an saat itu telah dibukukan dan disebarluaskan.

- Adanya kekhawatiran akan lenyap dan hilangnya hadis dari para penghafal dan penulisnya, karena para sahabat sudah banyak yang wafat akibat usia lanjut dan peperangan.

- Kegiatan pemalsuan hadis semakin semarak yang dilatarbelakangi oleh politik dan perbedaan mazhab di kalangan umat Islam.

- Daerah kekuasaan dan penyebaran ajaran Islam semakin meluas, sehingga membutuhkan panduan dan petunjuk pengamalan Ibadah selain al-Qur’an.

Para Tokoh Kodifikasi Hadis

   Jumhur ulama sepakat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab adalah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri (w. 124 H) atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz (w. 101 H) melalui gubernur Madinah saat itu yaitu Abu Bakar ibn Muhammad ‘Amr ibn Hazm (w. 117 H).

   Para tokoh kodifikasi hadis pasca Ibn Syihab al-Zuhri di berbagai daerah :

1.      Abdul Malik ibn Abdul Aziz Ibn Juraij al-Bashri (80-150 H) di Mekah

2.      Muhammad ibn Ishaq (w. 151 H) dan Malik ibn Anas (93-179 H) di Madinah

3.      Muhammad ibn Abdurrahman ibn Abi Zi’b (w. 158 H), Al-Rabi’ ibn Shabih (w. 160 H), Sa’id ibn Abi ‘Arubah (w. 156 H), dan Hammad ibn Salamah (w. 167 H) di Basrah

4.      Sufyan al-Tsauri (97-161 H) di Kufah

5.      Ma’mar ibn Rasyid (95-153 H) di Yaman

6.      Abdullah ibn al-Mubarak (118-181 H) di Khurasan/Afganistan

7.      Hasyim ibn Basyir (104-183 H) di Wasith

8.      Abdurrahman ibn ‘Amr al-Auza’iy (88-157 H) di Syam

9.      Jarir ibn Abdul Hamid (110-188 H) di Rei

10.   Abdullah ibn Wahab (125-197 H) di Mesir.

Kitab-kitab termasyhur pada abad kedua hijriyah :

-Al-Muwatha’ karya Imam Malik bin Anas

-Musnad al-Syafi’iy karya Imam Syafi’iy

-Al-Mushannaf karya Al-Auza’iy

-Al-Maghazi wa al-Siyar karya Muhammad ibn Ishaq (w. 150 H)

-Al-Jami’ karya Abdurrazaq Al-San’aniy (w. 211 H)

-Al-Mushannaf karya Syu’bah ibn al-Khajjaj (w. 160 H)

-Al-Mushannaf karya Syufyan ibn Uyainah (w. 190 H)

-Al-Mushannaf karya Al-Humaidi (w. 150 H)

-Al-Musnad karya Abu Hanifah (w. 150 H)

-Al-Musnad karya Zaid ibn Ali.

   Ciri dan sistem pembukuan Hadis pada Abad ke-2 Hijriah :

1.      Pada umumnya menghimpun hadis-hadis Rasul saw, fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in.

2.      Penghimpunannay masih bercampur baur antara berbagai topik yang ada.

3.      Belum ada pemisahan antara hadis shahih, hasan, dan dha’if.

D.     HADIS PADA ABAD KETIGA HIJRIYAH

1.      Pemalsuan Hadis

Kegiatan pemalsuan hadis dimotori oleh aliran Mu’tazilah yang didukung oleh Khalifah Al-Ma’mun, Khalifah Al-Mu’tashim (w. 227 H), dan Al-Watsiq (w. 232 H).

2.      upaya Melestarikan Hadis

a.  Perlawatan (rihlah al-safar) ke daerah-daerah.

b.  Pengklasifikasian hadis kepada : Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’.

c.   Penyeleksian kualitas hadis dan mengklasifikasikannya kepada : Shahih, Hasan da, Dha’if.

3.      bentuk Penyusunan Kitab Hadis pada Abad ke-3 Hijriah.

a.  Kitab Shahih (kumpulan hadis-hadis shahih) berbentuk Mushannaf, yaitu penyajiannya berdasarkan bab-bab masalah tertentu.  Contoh; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

b.  Kitab Sunan (kumpulan hadis shahih dan dha’if) berbentuk mushannaf. Contohnya; Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmizi, dan Sunan An-Nasa’iy.

c.   Kitab Musnad yang disusun berdasarkan pada nama perawi pertama. Contohnya; Musnad Ahmad ibn Hanbal, Musnad Abu Qasim al-Baghawi, dan Musnad Usman ib Abi Syaibah.

E.      HADIS PADA ABAD KEEMPAT HIJRIYAH SAMPAI ABAD KETUJUH HIJRIYAH

1.      Kegiatan Periwayatan Hadis
Meskipun hadis-hadis yang dihimpu tidak sebanyak pada periode sebelumnya, namun kegiatan periwayatan masih tetap berkelanjutan yakni dengan cara menghafal.

2.      Bentuk Penyusunan Kitab Hadis

a.  Kitab Athraf, yaitu menyebutkan sebagian matan dan menjelaskan seluruh sanadnya. Contoh; Athraf al-Shahihaini karya Ibrahim al-Dimasyqi, Athraf al-Shahihaini karya Abu Muhammad Khalaf ibn Muhammad al-Wasithi.

b.  Kitab Mustakhraj, memuat hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Contoh; Mustakhraj Shahih Bukhari karya Jurjani, Mustakhraj Shahih Muslim karya Abu Awanah.

c.   Kitab Mustadrak, menghimpun hadis-hadis yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim. Contoh; Al-Mustadrak karya Al-Hakim dan Al-Ilzamat karya Al-Daruquthni.

d.  Kitab Jami’, yang menghimpun hadis-hadis yang termuat dalam kitab-kitab hadis yang ada. Contoh; Al-Jami’ Bayan al-Shahihaini karya Ibnu al-Furat, Al-Jami’ Bayan Al-Shahihaini karya Muhammad ibn Nashr al-Humaidi.

F.       KEADAAN HADIS PADA PERTENGAHAN ABAD KETUJUH SAMPAI SEKARANG

1.      Kegiatan Periwayatan Hadis
Kegiatan periwayatan pada periode ini dilakukan denga cara Ijazah dan Mukatabah.

2.      Bentuk Penyusunan Kitab Hadis

a.  Kitab Syarah, yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadis dari kitab tertentu yang terkait dengan dalil nash. Contoh; Fath al-Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalany, Al-Minhaj karya An-Nawawi, dan ‘Aun al-Ma’bud karya Syams al-Haq al-Azhim al-Abadi merupakan Syarah Sunan Abu Dawud.

b.  Kitab Mukhtashar, berisi ringkasan dari suatu kitab hadis. Contoh; Mukhtasar Shahih Muslim karya Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi.

c.   Kitab Zawa’id, yang menghimpun hadis dari kitab tertentu yang tidak termuat dalam kitab lainnya. Contoh; Zawa’id al-Sunan al-Kubra karya Al-Bushiri.

d.  Kitab Takhrij, yang menjelaskan tempat pengambilan hadis yang dimuat dalam kitab tertentu dan menjelaskan kualitasnya. Contoh; Takhrij Ahadis al-Ihya karya Al-Iraqi.

   Dari artikel tentang periodisasi hadis ini semoga dapat membantu kawan-kawan dalam mengerjakan tugas pelajaran hadisnya. Jangan lupa like dan shere ya, supaya teman-teman kalian juga dapat mempunyai banyak pengetahuan. Terima kasih susah mampir di blog kami sekali lagi terima kasih.

0 comments:

Post a Comment

Propellerads